Bisnis.com, JAKARTA - Sudah jatuh tertimpa tangga, ditambah lagi ketiban genteng. Demikian ungkapan yang bisa menggambarkan apa yang dialami AHHA PS Pati alias PSG Pati di Liga 2 Indonesia 2021.
Langkah hukum yang diambil demi mendapatkan keadilan dari putusan Komite Disiplin PSSI yang memvonis hukuman berlipat bertepuk sebelah tangan. Komite Banding PSSI justru menguatkan putusan Komite Disiplin.
Sebelumnya, AHHA PS Pati dihukum kalah 0-3 dari Persis Solo, pengurangan 3 poin dan denda Rp90 juta karena dianggap memainkan pemain tidak sah atas nama I Gede Sukadana.
Padahal, dalam sidang dan amar putusan yang dijalankan AHHA PS Pati, ada fakta hukum yang seharusnya meringankan atau mengurangi jumlah hukuman.
Dalam salinan amar putusan yang dijadikan pertimbangan, pada poin 3 disebutkan bahwa Komite Banding telah mendengarkan keterangan Match Commisioner (MC) atas nama H. Mardi yang mengakui kekeliruannya terkait putusan kepada Ahha.
Dalam pengakuan Mardi, dirinya keliru menyatakan I Gede Sukadana pemain yang tidak sah. Nama I Gede Sukadana yang muncul dalam daftar pemain AHHA PS Pati ternyata sah sistem data LIB. Artinya, hukuman terhadap AHHA PS Pati tidak sesuai.
Baca Juga
Hal tersebut dikritik oleh Akmal Marhali, Koordinator Save Our Soccer. Menurutnya, Komite Banding harusnya melihat fakta tersebut.
"Ini sungguh lelucon hukum di sepakbola nasional. Ada pertimbangan hukum yang disampaikan dan menguatkan. Tapi, banding ditolak. Sangat Ironis penegakkan hukum di sepakbola Indonesia," kata Akmal, Jumat (19/11/2021).
Akmal curiga, ada permainan dalam putusan tersebut. Pasalnya, kata Akmal, sebelum Komite Banding bersidang, dirinya sudah mendengar lebih dulu dari orang PSSI dan LIB kalau banding yang diajukan AHHA PS Pati tidak akan dikabulkan.
"Artinya mereka sudah tahu lebih dulu. Ini secara tidak langsung sudah intervensi hukum. Padahal, lembaga yudisial itu independen. Tidak ada yang boleh tahu putusan kecuali mereka sendiri," ujar Akmal.
Menurut Akmal, seharusnya Komite Banding jeli menyikapi kasus ini. Kesalahan tidak hanya terjadi dari kubu klub yang dikelola Atta Halilintar dan Putra Siregar tersebut, tapi juga melibatkan Match Commisioner dan juga LIB. Kesalahan kolektif, bagi Akmal, seharusnya menjadi pertimbangan untuk memberikan keringanan hukum.
Jika Komite Banding tetap menguatkan putusan Komite Disiplin, Akmal menilai perbaikan mutu sepak bola nasional semakin jauh dari baik. Apalagi Liga 2 menyisakan dua laga menentukan. Empat Grup jadi ketat baik di zona 8 Besar maupun degradasi.
"Jangan sampai jargon sepakbola NPWP (Nomor Piro, Wani Piro) menjadi kenyataan. Ini harus jadi introspeksi bersama. Mari jaga kompetisi ini tetap sehat, profesional, dan bermartabat," tegas Akmal