Bisnis.com, Jakarta-- Mettu Duaramuri tentu masih ingat ketatnya kompetisi 29 tahun silam kala masih merumput bersama Persipura di Kompetisi Divisi Utama Perserikatan PSSI. Mettu dan Spiks Pulanda bermain menyokong penyerang Carlos Ohe dan Panus Korwa.
Saat itu, tim-tim Perserikatan memiliki banyak pemain bintang semacam Ribut Waidi (PSIS), Adjat Sudrajat, Kosasih (Persib), Yongki Kastanya, Riono Asnan dan Budi Johanes di Persebaya.
Adapun PSMS Medan mengandalkan sejumlah pemain Generasi Emas seperti Sunardi A dan Sunardi B, Musimin, Mameh Sudiono dengan kiper andalan Ponirin Meka.
Persipura, tim Mutiara Hitam, bukan satu-satunya wakil dari Irian Jaya, nama provinsi sebelum Papua. Adalah Perseman Manokwari yang dilatih Paul Cumming dengan kiper Willem Marra, Elly Rumaropen, Adolf Kabo, Jonas Sawor, dan Yohanis Kambuaya, yang juga tampil trengginas.
Jika Persipura berjibaku di Wilayah I (Timur) menghadapi Persebaya Surabaya, PSIS Semarang, PSM Makassar PS Bengkulu yang dilatih Marek Janota, maka di Wilayah II (Barat), Perseman menghadapi Persib Bandung, PSMS Medan, Persiraja Banda Aceh, PSP Padang, dan Persija Jakarta Pusat.
Ketat, dan seperti ulasan Mahfudin Nigara, (BOLA Edisi No. 50/Jumat 8 Februari 1985), Persib dan Persipura sudah menjadi sorotan kandidat juara kala itu.
Jelang babak semifinal di Stadion Senayan Jakarta, Ronny Pattinasarani dan Sartono, dua tokoh sepakbola nasional menaruh harapan besar kepada Pangeran Biru dan Mutiara Hitam.
Almarhum Ronny, pemain legenda dari PSM, Warna Agung, dan Tunas Inti itu menilai Persipura layak juara.
"Kekuatan dan kemampuan mereka merata, meski merupakan kombinasi senior dan yunior. Yang lebih penting, Persipura tidak pernah memaksa pemain intinya. Seluruh pemain yang dibawanya sudah diturunkan. Itu artinya tenaga cadangan tidak akan menjadi soal," katanya, seperti dikutip M. Nigara.
Handicap dari Persipura, ujar Ronny, mungkin tak lepas dari pengendalian emosi para pemainnya.
Sementara Sartono yang begitu terkenal di Semarang dan sempat melatih UMS 80, menjagokan Persib yang dinilai sebagai tim yang paling kompak dengan keterampilan teknik merata.
Selain itu Persib juga merupakan satu-satunya tim yang menggunakan 99% pemain yang tampil dalam kompetisi dua tahun sebelumnya. Kekuatan Persib paling menonjol di sektor gelandang dan barisan depan. Kelincahan Adjat Sudradjat memang sangat lihai.
Bagi Sartono, para pemain Persib sering kehilangan keberanian seperti kala menghadapi Perseman dan PSMS. Selain itu, ketahanan fisik para pemain Persib juga dipertanyakan.
Setiap orang boleh saja membuat prediksi dan analisa, tetapi hasil akhir tentu menunjukkan bola itu bulat dan susah diprediksi.
Stadion Utama Senayan Jakarta menjadi saksi bagaimana Persib yang lolos ke babak grandfinal justru menghadapi PSMS Medan, bukan Persipura.
Hasilnya? Horas bah! PSMS berhasil menumbangkan Persib Bandung 4-3 melalui adu tendangan penalti setelah dalam pertandingan selama 2 x 45 menit dan perpanjangan waktu 2 x 15 menit kedua tim bermain imbang 2-2 (M. Sidik menit 14 dan 35/ Iwan Sunarya menit 65 dan Adjat Sudradjat menit 75).
Sejarah pada 23 Februari 1985 itu menjadi satu-satunya gelar kompetisi yang pernah diraih tim Ayam Kinantan, dan belum bisa diulangi hingga kini.
Sementara itu, Persib akhirnya baru mencicipi gelar juara Perserikatan pada 1993-1994 dan berhak membawa pulang Piala Presiden untuk selamanya. Kompetisi lalu berubah nama menjadi Liga Indonesia, yang pesertanya berasal dari Galatama dan Perserikatan.
Di era Liga Indonesia 1994/1995, Persib pula yang menggondol gelar juara melalui gol Sutiono Lamso ke gawang Petrokimia Putra Gresik yang dikawal Darryl Sinerine. Saat itu, Widodo Cahyono Putra dan Jacksen F Tiago pun harus mengakui Yusuf Bachtiar dkk.
Kini, 2014, Persib kembali masuk ke babak Final dan bertemu lawan klasik meski jarang bertemu, yaitu Persipura Jayapura yang dilatih Mettu Duaramuri yang baru sebulan menggantikan Jacksen F. Tiago.
Jika tak ada aral melintang, babak final akan berlangsung 7 November 2014 di Stadion Jakabaring Palembang Sumsel.
“Final di Palembang berjarak sekitar 4ribu kilometer dari Jayapura. Cukup berat bagi Persipuramania hadir langsung. Namun DOA tetap mengalir,” begitu kicauan akun @PERSIPURA_.
Akun itu juga menyebutkan gafik Persipura di era ISL selalu dua besar sejak 6 tahun terakhir. Persipura pada 2009: Juara, 2010: Runner up, 2011: Juara, 2012: Runner up, 2013 Juara, 2014: Juara/Runner up ?
Tim Mutiara Hitam memang percaya diri karena statistik menunjukkan mereka sulit dikalahkan Persib Bandung.
Dalam 10 pertemuan Persipura dan Persib di lima edisi ISL sebelumnya, tim asuhan Mettu 6 kali menang dan 4 kali imbang tanpa kalah. Namun catatan itu jelas tidak bisa dijadikan tolak ukur karena kekuatan Persib musim ini jauh lebih baik dan solid.
Boaz Solossa yang mencetak 4 gol dalam tiga pertandingan terakhir memang sangat berbahaya tetapi tanpa dukungan Jae-hoon, Bio, Jun-Sik dan Robertino, membuat Persipura harus bekerja keras.
Penampilan Persib sekarang nyaris seperti yang diomongkan Sartono 29 tahun silam. Persib itu tim paling kompak dengan keterampilan teknik merata. Namun, stamina para pemain bisa menjadi handicap yang harus dipecahkan coach Djajang Nurdjaman.
Siapa yang unggul dari strategi Mettu atau Djajang? Mari kita tunggu babak finalnya.
FINAL ISL 2014: Persipura vs Persib, Kisah Klasik Untuk Masa Depan
Mettu Duaramuri tentu masih ingat ketatnya kompetisi 29 tahun silam kala masih merumput bersama Persipura di Kompetisi Divisi Utama Perserikatan PSSI. Mettu dan Spiks Pulanda bermain menyokong penyerang Carlos Ohe dan Panus Korwa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Fahmi Achmad
Editor : Fahmi Achmad
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
4 jam yang lalu